¤ Bintang kehangatan ¤ {} Cerpen special ##22ndyoungNinot {}
Title : Bintang kehangatan {}
Main Cast : Pramudina Afrawati Narundana
Genre : Hopely
Author : Arisa Kanagaki
Like !!
Sudah baca, WAJIB KOMENTAR !!
-Cerpen Motivasi-
------------------------------------------------------
Semua
orang hidup dari sebuah angka yang tak ternilai, hidup ini merupakan
sebuah perjalanan dimana kita bisa menambah poin kehidupan kita agar
ternilai..
Dari nol menjadi sesuatu dan kembali menuju nilai nol lagi..
------------------------------------------------------
'Orang
bilang TAK ADA YANG TAK MUNGKIN DI DUNIA INI. Orang-orang juga bilang
kalau KEHIDUPAN ITU LAYAKNYA SEBUAH RODA. Roda? Apakah benar hidup ini
berbentuk layaknya sebuah roda? Apakah kehidupan ini juga mempunyai
jeruji-jeruji yang menguatkan layaknya roda-roda kecil yang biasa aku
lihat? Em.. Jika semua itu benar adanya, aku ingin sekali menjadi
seorang yang bisa mengikuti setiap alur roda itu berputar.
Aku dilahirkan untuk bermanfaat, aku tak akan bermanfaat jika aku diam.
Aku...
Inilah aku !
Yeah, this is me PRAMUDINA !'
Tangan
putih dengan jemari lentik nan lembut itu berhasil menyelesaikan
eksekusinya entah untuk yang beberapa hari ini dilakukannya. Sebuah
tulisan rapih yang cukup memenuhi sebuah halaman kertas blind diary
kehidupan seorang gadis itu terlihat benar-benar bermakna. Setiap kata
yang ditulisnya dalam agenda kehidupan miliknya itu memang sangat
bermakna, terlebih untuk dirinya sendiri.
Setelah
selesai dengan tulisannya, gadis cantik berwajah seni asli Indonesia itu
kini beralih dan menyimpan berkas kehidupan miliknya itu. Pramudina.
Nama yang terpampang diakhir tulisan itu tadi memang namanya, nama yang
indah yang mungkin mengandung makna yang lebih dalam daripada sebuah
samudra. PRAMUDINA AFRAWATI NARUNDANA. Cantik. Indah. Memang nama yang
sangat indah, namun tak setiap orang mengetahui arti 3 kata itu tadi,
mungkin hanya dirinya dan kedua orang tuanya yang tau makna hiasan indah
itu dipakaikan kepadanya.
*
Hari
ini seperti hari-hari biasanya. Dina, nama panggilan untuk gadis yang
mempunyai hobi membuat coretan hidup itu, Dina sering sekali bahkan
hampir setiap hari melakukan setiap aktifitas yang bisa dikatakan aneh
dan sangat berbeda dari hari ke hari.
Beberapa
hari yang lalu, Dina mengunjungi Bantargebang. Suatu tempat terpojok di
ibukota yang diketahui sebagai tempat yang sangat menjijikkan. Disana,
di antara bau-bau yang menyengat, diantara lalat-lalat hijau yang
beterbangan menyapa kecantikannya, diantara gunungan warna-warni
berlumpur itu, Dina menyisihkan sebagian waktu yang senyumnya disana.
Dina benar-benar nekat, bahkan hampir setiap detik dirinya melakukan
kenekatan. Di Bantargebang, Dina membantu seorang nenek tua yang setiap
hari bekerja sebagai pencari paku bekas. Entahlah untuk apa nenek tua
yang benar-benar renta itu melakukan hal itu, mencari 1 paku bekas
diantara banyaknya tumpukan sampah berbau busuk yang kemungkinan
mendapatkan hasil adalah 1 dibanding 1 juta, tapi yang pasti disitulah
Dina mendapatkan satu energi positif yang akan ditanamkannya dalam
dirinya juga digoreskannya di buku ampuh cerita kehidupan miliknya.
Hari
ini bukan lagi Bantargebang yang didatangi Dina. Dengan sebuah baju
camping dan celana jins berwarna abu selutut juga sebuah topi yang
lumayan besar, Dina melangkahkan kakinya yang beralaskan sendal swallow
hijau itu menyusuri setiap lekuk jalanan ibukota yang siang itu sudah
sangat terbakar.
Gadis belia, seorang mahasiswi di
salah satu PTN terbaik se Indonesia ini memang terkenal dengan jiwa
sosialnya yang tinggi. Tak hanya omong kosong seperti yang biasa
terdengar dan digembor-gemborkan di layar besar itu namun ini benar
sangat benar. Dina langsung turun ke lapangan, turun ke jalan bahkan
turun ke pinggiran Sungai Ciliwung untuk mencerminkan berjuta kilauan
senyuman yang tersembunyi di balik kemelutnya kehidupan.
"Teteh.."
teriak seseorang dari arah 90 derajat dari tempatnya berdiri. Dina yang
sedang berdiri disebuah lapak yang nampaknya adalah warung kecil itu
pun menoleh lalu tersenyum. Terlihat oleh indera penglihatan Dina,
seorang gadis kecil berusia kira-kira 6 tahun berlari kearahnya dengan
sebuah kotak besar dengan tali yang diserempangkan ketubuh kecilnya.
Dina tersenyum lalu beranjak menuju gadis cantik yang berlari kearahnya
itu.
"Halo caca.." sapa Dina dengan menekuk lututnya menyamkan tingginya dengan gadis berusia 6 tahun itu.
"Halo teteh cantik.." balas gadis manis itu dengan disertai satu kecupan di pipi kanan Dina.
"Teteh...
Teteh beneran kan mau nemenin Caca nyemir sepatu hari ini? Soalnya ibu
lagi sakit teh, tadi pagi ibu muntah darah, Caca sedih, Caca mau cari
uang untuk ibu.." ucap gadis kecil ini mengadu kepada Dina. Tatapan dan
wajah yang selalu ceria itu tiba-tiba berubah sayu dan sedih, sedikit
aliran sungai juga tergores diatas wajah putihnya yang lusuh itu.
Mendengarkan kata-kata gadis kecil yang sangat pintar menurutnya, Dina
ikut terharu. Mana mungkin dia bisa menjadi setegar Caca jika dirinya
berada di posisi Caca sekarang. Caca ini anak keempat dari sebuah ibu
yang biasanya berjualan koran di lampu merah ibukota. Ketiga kakaknya
juga senasib sama dengan Caca. Kakak pertamanya yang sudah berumur 14
tahun bekerja sebagai buruh disalah satu proyek pembangunan mall yang
ada di pinggir kota Jakarta, sedangkan kakak kedua dan ketiganya yang
memang terlahir kembar, sekarang berusia 10 tahun bekerja sebagai
pengamen juga sesekali bekerja sebagai penyemir sepatu. Caca? Sebenarnya
gadis ini biasa dititipkan oleh ibunya dirumah tetangga karna masih
kecil. Keluarga Caca yang memang bernasib sangat tragis karna kematian
kepala keluarganya 4 tahun silam itu memang langsung drop bahkan sangat
drop. Namun, Caca adalah gadis kecil yang pintar, kuat dan ceria, Dia
selalu bisa menimbulkan tawa untuk Dina, dia yang selalu mengoceh ria
bersama Dina yang kemudian bisa menimbulkan senyum diwajah Dina.
"Ibu
Caca sakit?" tanya Dina sedikit berlinang. Gadis manis itu mengangguk
lalu memeluk tubuh Dina yang berjongkok dihadapannya. Gadis kecil itu
menangis sesenggukan. Air matanya membasahi baju tipis yang Dina
gunakan, Dina mengelus punggung gadis kecil itu untuk sekedar
menenangkannya, dia tau apa yang kini dirasakan gadis itu, tau sekali
bahkan kini air matanya juga ikut berlinang.
"Cup cup cup.
Caca
kok nangis sih? Caca kan sudah janji sama teteh kalau Caca gak bakal
nangis lagi. Mana janjinya? Teteh gak kenal Caca yang ingkar janji. Udah
ah~ Sekarang hapus air matanya, terus senyum.. Teteh mau lihat senyum
cantiknya Caca" Dina mencoba menghibur Caca yang masih setia dalam
dekapannya itu. Perlahan tangis Caca tak terdengar, dadanya yang
menempel di tubuh Dina itu terasa sedang menata nafasnya. Perlahan Caca
melepaskan dekapan Dina lalu menghapus air matanya. Dina tersenyum
melihat Caca, 'gadis kecil ini memang kuat' gumam Dina dalam hati.
Melihat Dina yang tersenyum kini Caca kembali tersenyum lagi bahkan
senyumnya terlihat lebih segar dan ceria kali ini.
"Caca bukan anak yang suka ingkar janji teh..
Nih,
Caca senyum, nih..." ujarnya dengan lucunya. Wajahnya yang sedikit
oriental dan matanya yang sipit itu membuat Dina selalu gemas apabila
Caca tersenyum karna mukanya sangat amat lucu.
*
'Kedamaian yang kita inginkan hanya ada bila hati kita bersama...'
Dina
masih setia membantu Caca. Dina menuntun gadis kecil itu dengan
memegang jemari imutnya, kotak semir sepatu milik Caca itu terselempang
di bahu kanan Dina, sementara Caca berjalan dengan ocehan riangnya
disebelah kiri Dina. Dina melirik gadis kecil itu, gadis yang sangat
ceria.
'lucu sekali kamu, tapi sayang kamu harus menikmati setiap jeruji kehidupanmu dengan usiamu yang masih belia..
teteh
janji sayang, teteh akan selalu buat senyum kamu itu terpancar
selalu..' batin Dina berbicara melihat riangnya gadis itu. Seharusnya
gadis seumuran Caca itu sedang asyiknya bermain di mall, berjalan-jalan
di toko-toko boneka yang lucu dan menikmati masa kanak-kanaknya dengan
tawa dan kebahagiaan, bukan kesengsaraan seperti yang Caca rasakan
sekarang.
Dina mengajak Caca untuk berjalan di
penyembrangan umum karna cuaca sangat terik siang itu. Caca bersorak
bahagia saat dirinya bisa melihat kota Jakarta dari posisi yang lumayan
tinggi, meskipun hanya ada mobil dipandangannya tapi Caca terlihat
sangat senang.
"Caca... Mau minum? Teteh punya teh
pucuk lhoo.." ucap Dina seraya mengacungkan botol minuman siap saji
yang iklannya biasa tertera di tivi.
"Ih teh pucuk, kayak ulet teh..ih.." ucap gadis kecil itu setengah bergidik namun terlihat lucu dan menggemaskan.
"Beneran gak mau?
Em...
Enak loh.." ucap Dina menggoda. Gadis kecil itu melihat aksi Dina yang
sedang meneguk teh dalam botol itu, tangan mungilnya memegangi lehernya
lalu menelan ludah karna sepertinya dirinya merasa haus ditengah
panasnya ibukota saat ini.
"Aaahh
seger.. Seger begini masa Caca gak mau sih" ucap Dina seraya melirik
Caca sekilas. Caca memasang muka pengennya dengan ludahnya yang masih
terus ditelannya.
Dina mengetahui sifat Caca, Caca
ini punya sifat yang lumayan gengsi. Jika dia menginginkan sesuatu,
Caca lebih suka memendamnya dengan melihati benda itu fokus meskipun
dirinya sangat enggan untuk meminta hal itu meskipun sebenarnya dirinya
bisa mendapatkannya bila dia meminta.
Dina
tersenyum lalu mengangkat tubuh kecil Caca yang tadinya berada
disampingnya untuk duduk dipangkuannya. Perlahan Dina membuka tutup
minuman botol itu dan meminumkannya ke Caca, meskipun awalnya gadis
kecil itu enggan namun ternyata Caca meneguk teh botol itu dengan cepat
bahkan langsung habis seketika. Dina setengah membolakan matanya tak
percaya, sedangkan Caca malah tertawa kecil seraya mengalihkan
pandangannya kearah jalanan depannya, terlihat bundaran hotel Indonesia
itu oleh mata kecil Caca.
Dina mendekap gadis kecil yang ada dipangkuannya itu. Caca hanya menoleh sebentar lalu kembali keaktifitasnya.
"Caca..
Teteh boleh nanya sesuatu sama Caca?" tanya Dina kepada gadis tegar
ini. Gadis kecil yang kurang lebih beberapa hari lalu dikenalnya, saat
tubuh kecil Caca itu hampir tertabrak mobil saat Caca menyebrang di
lampu merah, karna gadis ini terlalu kecil jadi dia tak tau kalau
ternyata lampu sudah berubah warna dan hampir saja tubuh kecilnya itu
habis oleh sebuah mobil pick up pengangkat barang yang saat itu
melintas.
Caca mengangguk. "iya teh..tanya aja,
kalau Caca bisa jawab nanti Caca jawab" ucap gadis kecil ini dengan
suaranya yang jelas. Memang, meskipun masih kecil namun gadis ini tak
cadel seperti anak-anak lain.
"Caca suka gak hidup kayak gini?
Caca
mau gak bisa naik mobil-mobil seperti itu?" tanya Dina seraya menunjuk
barisan mobil mewah yang melintas dipandangan keduanya.
Caca menoleh ke Dina dan menatap mata Dina dalam, terlihat perlahan matanya mulai berkaca.
"Jangan
nangis sayang, teteh cuma tanya, kalau kamu gak mau jawab gak papa,
teteh gak bermaksud buat kamu bersedih" ucap Dina seraya mencium kedua
pipi imut Caca. Caca menjawab dengan senyuman yang manis dan beberapa
kedipan matanya, sepertinya Caca berusaha kuat karna Dina memang pernah
mengatakan kalau Dina benci orang yang lemah.
"Caca
gak akan nangis kok teh, Caca kan sudah janji sama teteh." ucapnya,
Dina tersenyum dan mengangguk. Caca kembali ke posisi awalnya.
"Sebenernya,
kalau boleh Caca minta sama Tuhan, Caca mau itu semua teh. Caca mau
naik mobil-mobil bagus seperti itu, Caca mau main-main seperti anak-anak
seumuran Caca.
Tapi teh..." ucapannya terputus, Dina menatap dalam mata Caca.
"Caca
lebih suka seperti ini, Caca lebih suka menjadi seorang yang tak punya
teh.. Caca tau Tuhan sayaaaaaang banget sama Caca, sama ibu, sama Kak
Aji, sama Kak Tono sama Kak Tina, juga sama Teteh Dina..
Caca
emang gadis tukang semir sepatu, tapi rasanya hidup Caca udah
lengkaaaaaap banget teh, Caca seneng, apalagi sejak adanya teteh,
rasanya Caca merasa gak sendiri saat ditinggal ibu pergi jualan, saat
ditinggal kak Aji kerja, saat ditinggal Kak Tono dan Kak Tina ngamen..
Rasanya Caca harus berterimakasih kepada Tuhan karna sudah mengirimkan
bidadari cantik seperti teteh.. Caca seneng teh, seneeeeeng banget :*"
mata Dina berlinang mendengarkan ocehan Caca. Bukan ocehan kosong, namun
inilah ocehan penuh aduan dari seorang gadis kecil yang belum waktunya
merasakan pahitnya kehidupan. Kalimat yang bijak, sangat bijak yang
keluar dari mulut anak berusia 6 tahun, Dina benar-benar tak menyangka,
ternyata Caca menganggapnya lebih dari sekedar sahabat, Caca menganggap
dirinya adalah bidadari untuknya, bidadari yang dikirim Tuhan untuk
menemani kesepian Caca.
Caca tersenyum melihat Dina yang masih berlinang itu. Jemari kecilnya menjamah wajah Dina lalu menghapus air mata Dina.
"Teteh sendiri yang bilang kalau kita gak boleh nangis.
Kita kan bukan orang lemah, kita harus senyum" ucapnya dengan sangat menggemaskan. Dina tersenyum lalu mencium kedua pipi Caca.
"Teteh
gak nangis kok, Teteh cuma terharu sama Caca. Caca sangat hebat, Caca
sangat kuat. Caca tau? (caca menggeleng) Caca adalah putri yang terindah
yang pernah teteh temui, Caca benar-benar gadis kecil yang hebat. Teteh
bangga banget sama Caca" ucap Dina. Caca langsung berhamburan memeluk
Dina dengan sedikit berkata "Caca juga sayaaaaang Teh Dina"
Sebuah
pelukan hangat, pelukan yang penuh makna. Bukan makna yang ringan namun
sangat berat dan kuat, sekuat baja atau batu karang. Mungkin..
***
"Catatan ujung 21 ku..
Hari ini aku kembali dipertemukan sebuah sosok putri dari surga..
Tuhan memang sangat hebat. Tuhan menjatuhkan semua yang ada di surga untuk negaraku ini..
Memberikan sebuah kebaikan diantara berjuta kesulitan..
Ternyata bukan hanya Matahari yang bisa memberikan kehangatan.
Aku disini merasa senang bisa mendapat peran sebagai bintang, bintang yang terselubung diantara banyak kabut hitam..
Aku senang.. Aku bahagia karna dengan adanya aku orang-orang disekitarku merasakan kehangatan cintaku..
Tuhan.. Aku ini sebuah bintang kecil yang lahir di tanah sunda milikmu..
Terima kasih untuk semuanya..
Harapanku di 22 tahun esok, semoga aku bisa terus menjadi bintang yang menghangatkan semua orang yang disekitarku..
Biarkan kabut gelap terus menutupi terangku, tapi ijinkan kehangatanku memeluk mereka semua..
Terima kasih tuhan...
Terima kasih untuk 21 tahun saat yang engkau berikan..
Terima kasih atas pelajaran yang engkau ajarkan kepadaku..
Terima kasih untuk semuanya..
Terus bimbing aku untuk menyaksikan setiap jeruji kehidupan yang masih 95% belum aku ketahui..
I know you always keep me in your hugs..God!
Happy birthday to me!"
Goresan
terakhir Dina dibuku coretan kehidupannya, buku yang disebutnya sebagai
'roda' itu kemudian ditutupnya lalu disimpannya dalam sebuah kotak
besar. Buku itu bertuliskan angka 21 sebagai covernya.
"Besok temani aku menjalani hariku..
Bantu aku menemukan setiap jeruji kehidupan...
Welcome
22" ucap Dina seraya mengangkat sebuah buku bercover sama lalu
menggoreskan penanya untuk menulis angka 22 di cover buku itu. Tepat
detik 00.00 tanggal 1 Februari 2013, Dina mengeluarkan buku bercover 22
itu dan menyiapkan buku itu untuk temannya mengungkapkan kehidupan.
-END-
Tak
ada kata yang bisa aku bagikan dibawah cerpen ini. Hanya sebuah kalimat
"SEMUANYA SEPERTI RODA, MESKIPUN TERLIHAT SATU NAMUN KETAHUILAH BAHWA
BANYAK SEKALI HAL YANG BISA KITA PELAJARI DIDALAMNYA. TERUS MENCARI DAN
JANGAN BERHENTI MENCOBA.."
Happy birthday Teh Dina.. Your hopely is Right !
#22ndyoungNinot