Jumat, 01 Februari 2013

"BAJA"




--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
" Saat lunak bisa menjadi keras karena membeku,
Pada saat itu pulalah terlihat sebuah keyakinan..
Dan saat keras itu mulai meleleh, ketahuilah bahwa pada saat itu pula sebuah ketegaran mulai hilang... "
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

            'Ccciiitt cit..cit...cuiit...cit'

            Suara kicauan burung-burung pantai terdengar bersahutan menyambut datangnya si raja hari. Cahaya terang terpancar, mulai membelah setiap celah-celah daun kelapa yang tengah bergerak lembut tertiup angin pantai. Deburan air laut merupakan musik klasik yang tak pernah lupa mengalun disetiap sisi pesisir selatan ini. Puluhan kepala-kepala bersemangat terlihat berjalan menuju peraduan dengan kail dan jala yang selalu setia bersama mereka. Laut. Tempat mereka mencari penghidupan itu adalah tempat diam yang sangat kaya. Sungguh ciptaan Yang Maha Kuasa yang sangat istimewa. Berjuta kehidupan disana terus terpancar, suatu kehidupan yang tidak hanya bermakna tapi juga harus dimaknakan.

            Tak berbeda dengan kebanyakan orang lainnya yang dengan semangat berjalan bahkan berlari menuju sampan-sampan kecil mereka untuk bersiap menangkap ribuan mata kecil dari lautan. Pemuda berusia 17 tahun itu terlihat begitu sibuk dengan jala yang ada di pangkuannya sekarang. Jala yang robek karena tersangkut karang besar tajam dua hari yang lalu itu membuat dirinya harus berdiam untuk merajutnya menjadi baik kembali. Kemal. Pemuda pantai yang terkenal keramahan dan kecerdasannya itu terlihat bersemangat menyilangkan tangannya ke kanan bahkan ke kiri. Banyak kekurangan yang dia miliki, tapi dirinya tak pernah merasa berbeda. Bahkan Kemal termasuk pemuda yang kuat dan selalu memotivasi orang lain. Kemal terlahir dari keluarga nelayan yang bisa dikatakan cukup dalam hal ekonomi, tapi itu semua berubah sejak 10 tahun yang lalu. Sejak tsunami besar menghantam pemukiman tempat tinggalnya. Semua hancur. Semua hilang. Hilang ditelan sang bumi. Semua kebahagiaannya hilang disapu bersih oleh tsunami saat itu, tak ada yang tersisa sedikitpun. Bahkan sang ayah yang dijadikan motivasinya juga hilang terbawa laju arus tsunami pada waktu itu.

            Kini yang ada bukanlah Kemal yang dulu. Kini yang ada adalah Kemal yang cacat dengan kedua kakinya yang hilang karena ulah tsunami itu dan hidup bersama ibunya yang sakit-sakitan. Penyakit tua yang menyerang sang ibu menuntut Kemal yang secara fisik juga kurang itu untuk bekerja lebih giat untuk mendapatkan uang lebih untuk pengobatan sang ibu.

                                                                        ***

            "Kemal... uhuk... Kemaaal" panggil ibu Kemal lirih dari dalam rumah gubuk kecil tempat Kemal dan sang Ibu berteduh setiap hari. Kemal yang sedari tadi sibuk memperbaiki jalanya yang rusak itu kemudian memalingkan wajahnya untuk melihat ke sumber suara.
Terlihat disana seorang wanita tua yang tak lain adalah ibunya itu tengah berjalan dengan tergopoh menuju kearahnya. Dengan jalan yang susah dan dengan beberapa kali batuk, ibunya kemudian menghampirinya.

            "Emak.." kaget Kemal. Dengan cepat Kemal menyingkirkan jala yang sedari tadi membalut hampir seluruh kakinya itu lalu meraih dua tongkat kayu yang bersandar disampingnya.

            "Emak kenapa bangun? Kemal kan sudah bilang kalau hari ini Emak harus istirahat sampai emak benar-benar sembuh" ucap Kemal seraya memapah sang ibu menuju dipan beralaskan tikar kumel tempat ibunya berbaring tadi. Meskipun sulit bagi Kemal untuk berjalan dalam posisi seperti itu namun Kemal tetap berusaha tersenyum didepan ibunya. Ia tau ibunya akan khawatir jika melihatnya seperti itu.

            "Uhuk..uhuk...tapi emak tidak apa-apa Kemal..
Emak mau ikut kamu melaut hari ini...uhuk" ucap ibu Kemal seraya duduk dan memegang dadanya yang pernah dikeluhkan sakit saat digunakan batuk itu.

            "Tapi emak kan masih sakit. Kemal tidak mau jika nanti sakit emak bertambah parah..sekarang mendingan emak istirahat lagi. Kemal juga mau berangkat sebelum waktu bertambah siang, mak" ucap Kemal seraya membantu ibunya berbaring lagi.

            "Yasudah, kamu hati-hati ya Kemal.." pesan ibu kepada Kemal. Kemal mengangguk dan tersenyum kearah ibunya yang terkasih.

            "Kemal berangkat mak.." Kemal meraih tangan kanan sang ibu lalu menciumnya. Itu adalah tanda baktinya sebagai anak satu-satunya yang dimiliki ibunya.

            "Assalamualaikum" Kemal

            "Waalaikumsalam.....uhuk"

            Kemal pun meraih tas kecilnya yang terbuat dari anyaman tumbuhan teratai yang beberapa tahun silam dibelikan oleh ayahnya. Selain itu, tak lupa juga Kemal membawa barang-barangnya untuk mencari ikan. Barang-barang yang masih tersisa sebagai alatnya mendapatkan penghidupan.

                                                                        ***

            Panas terik memantul pada permukaan laut. Udara angin semilir membelai setiap celah daun kepala yang bertengger di bibir pantai. Suara gemuruh yang diciptakan ombak-ombak besar itu terdengar sedikit menakutkan. Terdengar mengancam setiap orang yang hidup disekitarnya.

            Disebuah rumah gubuk kecil dekat bibir pantai itu tepatnya diantara dua pohon kelapa besar terlihat seorang ibu tua yang tak lain adalah ibu Kemal tengah duduk di atas kursi panjangnya. Ibu tua itu terlihat tak diam. Ditangannya terlihat banyak sekali batang-batang lidi yang sudah terpisah dari daunnya. Tangan tuanya terlihat masih cekatan menganyam satu persatu lidi-lidi itu.

            "Uhuk..uhuk.."
            Batuk itu terkadang hadir disela-sela kesibukannya. Dadanya terasa sesak apabila digunakannya untuk batuk. Ibu tua itu divonis oleh dokter setempat tengah mengidap penyakit paru-paru basah. Dan hal itulah yang membuat ibu dari Kemal itu sering batuk bahkan tak jarang batuknya mengeluarkan darah.

                                                                        ***


           
Kemal tengah berada ditengah lautan. Dirinya tak sendiri. Kemal ikut nelayan yang berlayar ke laut. Dirinya yang kurang dalam segi fisik dan ditambah lagi tak memiliki sampan untuk berlayar itu selalu ikut bersama nelayan lain. Mencari ikan bersama kemudian hasilnya dibagi 40 persen untuk Kemal dan 60 persen untuk pemilik sampan. Meskipun bagian yang diterima Kemal itu tak sebanding dengan pekerjaannya namun Kemal tetap bersyukur dan selalu mengucapkan terima kasih akan rejeki yang diterimanya.

            Siang ini Kemal sudah merapat di bibir pantai dekat pasar ikan tempatnya biasa menjual hasil tangkapannya.

            Ikan-ikan yang didapatkannya itu ditaruhnya dalam wadah seperti tas namun terbuat dari karung beras dan berukuran dua kali lebih besar dari ukuran tas kresek biasanya. Decitan tongkat tua Kemal terdengar mengiringi langkah Kemal. Langkah kosong yang tak berbekas.

            Setelah beberapa lama Kemal mengayunkan sepasang tongkatnya itu, Akhirnya Kemal sampai di pasar ikan tempat tujuan awalnya. Tanpa membuang-buang waktu karena hari sudah semakin siang. Kemal segera menjual ikan hasil tangkapannya itu kepada pengepul yang biasa menampung hasil tangkapan nelayan Desa Pesisir Raya, desa tempat Kemal tinggal.

            "8 kilogram" ucap pria berusia paruh baya itu sambil tangannya menyeimbangkan timbangan gantung yang digunakan untuk menimbang hasil tangkapan nelayan desa itu.

            "Hei Kemal, hari ini hasil kao sedikit sekali. Tak seperti kemarin-kemarin, hasil kao sekarang turun hampir 50 persen. Ada apa dengan kao ini Kemal?" tanya pria paruh baya itu dengan logat khasnya.

            "Hari ini saya berangkat terlalu siang udo.. Sakit emak tambah parah, jadi saya harus merawatnya dulu tadi." jelas Kemal sambil mengemasi barang-barangnya.

            "Yasudahlah..  Ini saya kasih kamu uang seperti biasa saja, saya kasian sama emak kao yang sakit itu" ucap pria itu seraya menyerahkan beberapa lebar uang puluhan ribu kearah Kemal.

            "Kenapa begitu udo? Saya tidak mau mengambil semua. Saya kan hanya bekerja setengah hari ini, jadi saya mau ambil uang bayaran saya saja.. Tak perlu udo menyerahkan semuanya ke saya" tolak Kemal dengan nada sopan.
Pria itu menghela nafas panjang lalu membuangnya pelan. Ditariknya lagi tangannya yang tadi menjulur didepan Kemal. Beberapa lembar uang puluhan ribu kemudian diambilnya lagi dan disimpannya kedalam sakunya.

            "Ini .. Rp. 40000 gaji kamu hari ini Kemal.. Semoga ibu kao lekas sembuh ya.." ucapnya.

            "Terimakasih udo.. Saya pamit..Assalamualaikum" pamit Kemal seraya berbalik lalu mengayunkan tongkat-tongkatnya untuk meninggalkan area pasar ikan itu.


                                                                        ***

            "Jadilah sebuah baja yang kuat, Nak.. Tapi ingatlah, jangan jadikan hatimu seperti baja"

            Pesan terakhir dari ayahnya itu masih terngiang di benak Kemal. Sang ayah yang menurutnya sangat hebat itu selalu memberikan kata-kata motivasi dan penyemangat untuk Kemal.

            Ayah Kemal selalu berpesan kepada anak satu-satunya itu untuk selalu bersifat rendah hati kepada semua orang. Sifat itulah yang selalu diajarkan dan dikuatkan oleh Ayahnya. Alasan yang didapatkan Kemal saat Kemal bertanya mengapa hal itu harus dilakukan adalah supaya kelak Kemal bisa menjadi seseorang yang berguna di masyarakat. Selain itu supaya Kemal menjadi pribadi yang mempunyai tenggang rasa tinggi dan semangat hidup yang tinggi meskipun memiliki beberapa kekurangan.

            "Ingat Kemal.. Seseorang itu tidak ada yang terlahir sempurna. Setiap orang itu selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk mencapai kesempurnaan itu. Begitu juga dengan kamu, kelak kalau kamu besar kamu harus jadi kebanggaan emak dan bapak ya Kemal.." pesan-pesan sang ayah pada saat Kemal berumur 5 tahun.

            Kemal selalu mengingat hal itu. Diingatnya selalu kata-kata ayahnya. Dirinya berjanji untuk menjadi kebanggaan emak-nya.

                                                                        ***

            Beberapa hari berlangsung sama. Keadaan Kemal masih saja seperti biasanya. Sedangkan kehidupan ibu Kemal terlihat sudah membaik, batuknya sudah jarang kambuh. Kemal merasa senang melihat kesembuhan ibunya itu.

            "Emaaaakkk... Kemal pulang mak.." teriak Kemal saat berada di pelataran rumahnya. Sang ibu yang berada di dalam rumah pun langsung keluar karena bingung mengapa anaknya berteriak-teriak seperti itu.

            "Kemal, tidak usah teriak-teriak dong.. Emak emang sudah tua, tapi emak belum tuli Kemal" ucap ibunya sambil berjalan menghampiri sang anak.

            "Emak tau gak? Kemal lagi seneng mak.." ucap Kemal seraya memeluk ibunya.

            "Memang hal apa yang membuat kamu senang?" tanya Ibu Kemal penasaran.

            "Kemal tadi bertemu seseorang dari kota, mak.. Dia bilang dia akan membantu Kemal dan emak" ucap Kemal seraya duduk di kursi panjangnya kemudian diikuti sang ibu.

            "Maksudnya?" tanya Ibu Kemal semakin bingung dengan arah pembicaraan Kemal.

            "Begini mak... Tadi orang itu bilang bahwa dia adalah saudara bapak yang tinggal di kota. Dan dia bilang juga bahwa kita akan diajaknya ke kota, dan emak akan diobatkan disana" ucap Kemal dengan raut wajah sumringah. Sementara sang ibu merasa ada yang ganjal dalam pembicaraan ini.

            Kemal yang sedari tadi tersenyum bahagia itu kemudian melirik ibunya yang masih murung.

            "Emak kenapa? Emak gak seneng?" tanya Kemal.

            "Eh..em.. Emak seneng Kemal, tapi yang emak bingung adalah cerita kamu yang bilang itu saudara bapak. Setau emak, bapak itu anak satu-satunya dan semua keluarga bapak itu sudah meninggal" ucap Ibu Kemal. Kemal yang mendengarnya pun sontak menganga kaget.

            "Yang benar mak?" ucap Kemal meyakinkan. Sang ibu kemudian mengangguk.

            "Em..tapi sepertinya itu orang baik, mak..
Lusa Kemal mau bertemu orang itu lagi, dan Kemal janji pasti Kemal kenalin ke emak. Pasti emak kenal" ucap Kemal masih bersemangat. Sementara sang ibu hanya mengangguki ucapan Kemal, yang sebenarnya hatinya masih bertanya-tanya siapakah orang yang dimaksud Kemal itu.

                                                                         ***

            Dua hari berlalu sejak Kemal menceritakan pengalaman dirinya bertemu sosok yang mengaku sebagai saudara ayahnya. Hari ini bersama waktu yang telah ditentukan Kemal bertemu dengan orang itu lagi di dermaga kecil dekat pasar kecil tempat Kemal biasa menjual hasil tangkapannya. Kemal terlihat bersemangat menunggu orang itu. Semangatnya terletak pada kata-kata orang itu beberapa hari yang lalu bahwa dia akan mengobatkan ibu Kemal yang sakit keras itu.

            Hampir memakan waktu 2 jam Kemal menunggu. Antara jenuh dan rasa tak sabar yang Kemal rasakan. Saat Kemal sedang berbicara dengan beberapa orang disana tiba-tiba menepilah sebuah kapal feri kecil ke dermaga itu. Kapal feri itulah yang kemarin membawa orang misterius kenalan Kemal.
            Saat pintu kapal terbuka terlihatlah beberapa orang berhamburan ke dermaga kecil itu. Mata Kemal seakan menelisik mencari sosok pria setengah baya yang menjanjikannya itu. Matanya terus mencari sampai akhirnya.

            "Pak Doni..." teriak Kemal saat melihat orang yang ditunggunya keluar dari pintu sisi belakang kapal. Orang yang merasa dipanggil namanya itu kemudian berjalan menuju kearah Kemal berdiri.

            "Hay Kemal" sapa pak Doni.

            "Hay juga bapak.." balas Kemal seraya mencium tangan kanan Pak Doni.

            "Bagaimana dengan tawaran saya? Ibu kamu mau?" tanya Pak Doni.

            "Emak saya belum menjawab pak.. Mari bapak ikut saya saja..
Emak pasti senang jika emak bertemu dengan bapak" ajak Kemal. Pak Doni mengangguk dan mengikuti langkah Kemal.

                                                                        ***

            Sepanjang perjalanan banyak sekali hal yang dibicarakan antara Kemal dan Pak Doni. Banyak pembahasan antara keduanya, antara pembahasan mengenai kehidupan Kemal dan emaknya, pembahasan mengenai penyakit emak Kemal, mengenai rencana apabila sudah pindah ke kota... Semuanya dibahas dalam perjalanan yang lumayan memakan waktu itu.

            Setelah sekitar satu jam dari dermaga menyusuri bibir pantai menuju rumah Kemal. Akhirnya Kemal dan Pak Doni sampai di rumah Kemal yang kecil dan bisa disebut tak layak huni itu.

            "Ayo pak masuk.. Maaf rumah saya jelek" ucap Kemal mempersilahkan.

            "Oh tidak.. Rumah kamu bagus, bersih dan rapi" ucap Pak Doni seraya mengikuti langkah Kemal melangkah memasuki pintu masuk yang berukuran cukup sempit itu.

            "Emak.." panggil Kemal.

            "Emak.. Emak dimana sih?" teriak Kemal.

            Beberapa kali Kemal meneriaki emaknya dan tidak ada sahutan akhirnya Kemal memutuskan untuk mencari emaknya ke kamar tempat emaknya biasa berbaring.

            "EMAK!!!" pekik Kemal saat melihat emaknya tengah batuk-batuk dengan banyak darah disana. Kemal segera mempercepat langkah tongkatnya lalu duduk ditempat tidur kecil milik emaknya. Diikuti pak Doni juga dari arah belakangnya.

            "Emak.. Emak kenapa? Emak, jangan tinggalin Kemal..." ucap Kemal seraya menitikkan air mata. Kemal sangat sedih, Kemal tidak mau kehilangan sosok orang tuanya lagi. Dirinya akan sangat rapuh jika itu terjadi.

            "Kemal..tenang ya.." ucap Pak Doni seraya mengusap punggung Kemal bermaksud untuk menenangkan Kemal. Kemal terus menangis.

            Mata ibu Kemal yang sedari tadi tertutup itu perlahan terbuka. Dilihatnya sang anak yang menangis dipelukannya. Dilihat juga seorang pria setengah baya yang berdiri disamping anaknya.

            "Doni..." ucap Ibu Kemal lirih.

            "Mbak Sekar.. Mbak gak papakan?" ucap Pak Doni khawatir.

            "Doni.. Kamu Doni adik angkat Mas Cokro kan?" lirih Ibu Kemal memastikan bahwa orang yang berada dihadapannya itu adalah adik angkat dari suaminya.

            "Iya mbak.. Aku Doni.." ucap Pak Doni seraya mencium tangan kanan kakak ipar angkatnya itu.

            "Doni.. Mbak titip Kemal ya.. Jaga dia ya.. Mbak.. Mbak udah gak kuat, Don" ucap Ibu Kemal sedikit terpotong-potong karena nafasnya yang tersengal.

            "Emak ngomong apa sih? Kemal gak mau kehilangan emak.. Kemal gak mau..." ucap Kemal histeris. Pak Doni terus menenangkan Kemal.

            "Don.. Titip Kemal ya.." ucap nya lagi. Pak Doni mengangguk meskipun matanya juga mengalir air mata kesedihan disana.

            "Kemal.. Selalu jadi baja ya nak.. Jadi baja yang kuat. Banggakan emak dan bapak ya.. Emak dan bapak selalu jaga kamu dari sana.. Janji sama emak...uhuk" ucap ibu Kemal. Kemal tak menjawab. Air matanya menghambat semua perkataan yang akan diucapkannya.

            Tangan ibu Kemal yang sedari tadi berada di genggaman tangan Kemal itu perlahan melemah. Matanya menutup pelan. Setelah beberapa lama suasana hening. Sudah tak ada lagi nafas mengalir dibadan ibu Kemal.

            "Emaaaakkkk....." teriak Kemal menangisi ibunya yang telah tiada ini.

            "Kemal.. Sudah nak, ada paman disini..
Paman akan jaga Kemal.. Ya.. Senyum nak" ucap Pak Doni menyemangati Kemal. Kemal yang lemas itupun hanya mengangguki ucapan Pak Doni.

                                                                        ***

           
            Hari ini setelah pemakaman sang ibu. Kemal pergi ke kota bersama paman angkatnya, Pak Doni. Dengan berat hati rasanya Kemal harus meninggalkan Desa Pesisir Raya ini. Desa dimana Kemal lahir, desa dimana Kemal kehilangan ayahnya, kehilangan kedua kakinya dan terakhir kehilangan ibunya.
            Sebuah baja kecil berbentuk segitiga yang berada didalam anyaman lidi-lidi kecil itu merupakan kenang-kenangan terakhir yang ditinggalkan ibunya untuk Kemal. Meninggalkan desa itu dengan berat hati. Meninggalkan semua kenangan buruk dan membawa sebagian kenangan manisnya bersama emak dan bapaknya. Kemal pun pergi untuk memulai hidup barunya di kota bersama Pak Doni.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Jadilah BAJA untuk sebuah kehidupan..
Tapi jangan jadikan hatimu seperti BAJA karena itu akan memudarkan ketenggang rasaan..
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------

"Jadilah terang.. Jangan di tempat yang terang..
Jadilah terang di tempat yang gelap..
Jadilah jawaban jangan hanya kau diam..
Jadilah jawaban di luar rumahmu..."
Glenn Fredly~Terang






Tidak ada komentar:

Posting Komentar